Selasa, 22 November 2011

Manfaat Organisasi Islam


BAB I

PENDAHULUAN


I. 1 Pendahuluan

Manusia adalah makhluk sosial (al-insānu madaniyyun bi at- thab’i atau zoon politicon). Karenanya, setiap manusia akan saling memerlukan dalam memenuhi kebutuhannya. Antara sesama manusia juga dituntut untuk saling bekerja sama, saling menghargai dan menghormati untuk mempertahankan hidupnya di muka bumi ini.

Adanya alasan sosial (social reasons) di atas menjadi salah satu pendorong bagi manusia untuk membentuk suatu perkumpulan yang biasa disebut "organisasi". Organisasi ini amat dibutuhkan untuk mewujudkan setiap cita-cita yang disepakati oleh anggota organisasi secara bersama. Oleh karena itu, organisasi tumbuh dan berkembang begitu pesat di tengah-tengah masyarakat. Organisasi itu juga dibentuk dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pemerintahan, perusahaan, politik, hukum, ekonomi, dan termasuk bidangpendidikan.

Dalam perkembangannya, organisasi telah menjadi disiplin ilmu tersendiri seiring dengan berkembangnya pemikiran dan pengetahuan manusia. Teori-teori organisasi yang terbangun dalam kajiannya sebagai suatu disiplin ilmu tertentu, selanjutnya akan dibutuhkan oleh masyarakat dalam membentuk suatu organisasi sesuai dengan bidang yang diinginkan. Demikian halnya di bidang pendidikan Islam, teori-teori organisasi turut dibutuhkan untuk mewujudkan lembaga pendidikan yang lebih profesional dan berkualitas.
Makalah yang sederhana ini akan mencoba menguraikan konsep-konsep organisasi. Adapun persoalan-persoalan yang akan diuraikan di bawah ini akan berusaha untuk menjawab beberapa hal, yaitu:

1. Bagaimanakah pengertian organisasi dan perbedaannya dengan pengorganisasian?
2. Bagaimanakah prinsip-prinsip, fungsi, dan manfaat organisasi?
3. Bagaimana pula organisasi dalam lembaga pendidikan Islam?

Untuk menjawab lima pertanyaan di atas, penulis akan menguraikan beberapa teori organisasi lalu mencoba menganalisisnya dengan kacamata pendidikan Islam. Karena keterbatasan kemampuan dan referensi yang digunakan, khususnya yang berkenaan dengan konsep pendidikan Islam tentang organisasi, maka dibutuhkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari forum diskusi ini.




BAB II

MATERI

II. 1 Pengertian Organisasi dan Pengorganisasian

Organisasi (organization) dan pengorganisasion (organizing) memiliki hubungan yang erat dengan manajemen. Organisasi merupakan alat dan wadah atau tempat manejer melakukan kegiatan-kegiatannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sementara Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi organik dari manajemen dan ditempatkan sebagai fungsi kedua setelah perencanaan (planning). Dengan demikian, antara organisasi dan pengorganisasian memiliki pengertian yang berbeda.

James L. Gibson c.s., sebagaimana yang dikutip oleh Winardi, berpendapat bahwa:
"...organisasi-organisasi merupakan entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil-hasil tertentu, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu-individu yang bertidak secara sendiri"

Organisasi-organisasi yang dibentuk oleh sekelompok orang pada dasarnya menginginkan terwujudnya suatu hasil atau tujuan tertentu. Tujuan yang diinginkan tersebut tidak dapat diperoleh secara individu tetapi perlu dilakukan upaya secara bersama dan terpadu.
Stephen R. Robbins memberikan rumusan pengertian organisasi sebagai berikut:
"... An organization is a consciously coordinated social entity, with a relatively identifiable boundary, that functions on a relatively continuous basis to achieve a common goal or set of goals".

Entitas sosial yang dikemukakan dalam definisi di atas berarti bahwa kesatuan tersebut terdiri dari orang-orang atau kelompok orang yang saling berinteraksi. Pola-pola interaksi yang diikuti orang-orang di dalam suatu organisasi tidak muncul begitu saja, akan tetapi mereka dipertimbangkan sebelumnya. Mengingat bahwa organisasi-organisasi merupakan entitas-entitas sosial, maka pola-pola interaksi para anggotanya perlu dipertimbangkan pula serta diharmonisasi guna tercapainya tujuan yang diinginkan.

Prajudi Atmosudirdjo menyatakan bahwa organisasi adalah struktur tata pembagian kerja dan struktur hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.

Barnad, seperti yang dikutip Asnawir, organisasi adalah suatu sistem mengenai usaha kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa organisasi adalah tempat atau wadah berkumpulnya beberapa orang yang secara sadar berinteraksi dan saling bekerja sama untuk mewujudkan tujuan yang telah disepakati bersama. Meskipun terdapat perbedaan definisi tentang organisasi, akan tetapi secara umum organisasi itu memiliki ciri-ciri yang sama. Edgar H. Schein, seorang psikolog keorganisasian terkemuka berpendapat bahwa semua organisasi memiliki empat macam ciri atau karakteristik sebagai berikut.

1. Koordinasi Upaya; Para individu yang bekerja sama dan mengkoordinasi upaya mental atau fisikal mereka dapat mencapai banyak hal yang hebat dan yang menakjubkan.
2. Tujuan Umum Bersama; Koordinasi upaya tidak mungkin terjadi, kecuali apabila pihak yang
telah bersatu, mencapai persetujuan untuk berupaya mencapai sesuatu yang merupakan kepentingan bersama. Sebuah tujuan umum bersama memberikan anggota organisasi sebuah rangsangan untuk bertindak.
3. Pembagian Kerja; Dengan jalan membagi-bagi tugas-tugas kompleks menjadi pekerjaan-pekerjaan yang terspesialisasi, maka sesuatu organisasi dapat memanfaatkan sumber-sumber daya manusianya secara efisien. Pembagian kerja memungkinkan para anggota organisasi-organisasi menjadi lebih terampil dan mampu karena tugas-tugas terspesia¬lisasi dilaksanakan berulang-ulang.
4. Hierarki Otoritas; Para teoretisi organisasi telah merumuskan otoritas sebagai hak untuk mengarahkan dan memimpin kegiatan-kegiatam pihak lain. Tanpa hierarki otoritas yang jelas, koordinasi upaya akam mengalami kesulitan, bahkan kadang-kadang tidak mungkin diilaksanakan. Akuntabilitas juga dibantu apabila orang-orang be kerja dalam rantai komando ((he chain of command).

Lebih lanjut, Malayu S.P. Hasibuan menyimpulkan bahwa aspek-aspek penting dari berbagai definisi organisasi adalah:
1. adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai;
2. adanya sistem kerja sama yang terstruktur dari sekelompok orang;
3. adanya pembagian kerja dan hubungan kerja antara sesama karya wan;
4. adanya penetapan dan pengelompokan pekerjaan yang terintegrasi;
5. adanya keterikatan formal dan tata tertib yang harus ditaati;
6. adanya pendelegasian wewenang dan koordinasi tugas-tugas;
7. adanya unsur-unsur dan alat-alat organisasi;
8. adanya penempatan orang-orang yang akan melakukan pekerjaan.

Untuk lebih memahami hakikat organisasi, perlu diketahui pula unsur-unsurnya, yaitu:

1. Manusia (human factor), artinya organisasi baru ada jika ada unsur manusia yang bekerja sama, ada pemimpin dan ada yang dipimpin (bawahan).

2. Tempat Kedudukan, artinya organisasi baru ada, jika ada tempat kedudukannya.
3. Tujuan, artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.
4. Pekerjaan, artinya organisasi baru ada, jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta adanya pembagian pekerjaan.
5. Struktur, artinya organisasi baru ada, jika ada hubungan dan kerja sama antara manusia yang satu dengan yang lainnya.
6. Teknologi, artinya organisasi baru ada, jika terdapat unsur teknis.
7. Lingkungan (Environment External Social System), artinya organi¬sasi baru ada, jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi mi-salnya ada sistem kerja sama sosial.

Adapun pengorganisasian, juga didefinisikan oleh para pakarnya. Asnawir mengemukakan bahwa istitah "organizing mempunyai arti yaitu berusaha untuk menciptakan suatu struktur dan bagian untuk dapat berinteraksi dan saling pengaruh-mempengaruhi antara satu sama lainnya. Pengorganisasian tersebut juga dapat diartikan sebagai penyusunan tugas dan tanggung jawab para personil dalam organisasi.

George R. Terry, seperti yang dikutip Malayu S.P. Hasibuan, menuliskan: Organizing is the establishing of effective behavioral relationships among persons so that they may work together efficiently and gain personal satisfaction in doing selected tasks under given environmental conditions for the purpose of achieving some goal or objective.

Dari dua definisi di atas jelaslah bahwa pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen setelah fungsi perencanaan sehingga masing-masing anggota organisasi mendapat tugas dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Kemudian, proses pengorganisasian juga mencakup kegiatan-kegiatan berikut:
1. Pembagian kerja yang harus dilakukan oleh individu atau kelompok-kelompok tertentu.
2. Pernbagian aktivitas menurut level kekuasaan dan tanggungjawab.
3. Pengelompokan tugas menurut tipe dan jenisnya.
4. Penggunaan mekanisme koordinasi kegiatan individu /kelompok.
5. Pengaturan hubungan kerja antara anggota organisasi.

Adapun langkah-langkah pengorganisasian dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Tujuan, manajer harus mengetahui tujuan organisasi yang ingin dicapai; apa profit motive atau service motive.
2. Penentuan kegiatan-kegiatan, artinya manajer harus mengetahui, merumuskan dan mengspesifikasikan kegiatan-kegiatan yang diper¬lukan untuk mencapai tujuan organisasi dan menyusun daftar kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.
3. Pengelompokan kegiatan-kegiatan, artinya manajer harus mengelompokkan kegiatan-kegiatan ke dalam beberapa kelompok atas dasar tujuan yang sama; kegiatan-kegiatan yang bersamaan dan berkaitan erat disatukan ke dalam satu departemen atau satu bagian.
4. Pendelegasian wewenang, artinya manajer harus menetapkan besarnya wewenang yang akan didelegasikan kepada setiap departemen.
5. Rentang kendali, artinya manajer harus menetapkan jumlah karya¬wan pada setiap departemen atau bagian.
6. Perincian peranan perorangan, artinya manajer harus menetapkan dengan jelas tugas-tugas setiap individu karyawan, supaya tumpang-tindih tugas terhindarkan.
7. Tipe organisasi, artinya manajer harus menetapkan tipe organisasi apa yang akan dipakai, apakah "line organization, line and staff organization ataukah function organization".
8. Struktur organisasi (organization chart = bagan organisasi), artinya manajer harus menetapkan struktur organisasi yang bagaimana yang akan dipergunakan, apa struktur organisasi "segitiga vertikal, segitiga horizontal, berbentuk lingkaran, berbentuk setengah lingkaran, berbentuk kerucut vertikal/horizontal ataukah berbentuk oval".

Jika proses pengorganisasian dalam suatu organisasi di atas dilakukan dengan baik dan berdasarkan ilmiah, maka organisasi yang disusun akan baik, efektif, efisien dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Dengan demikian, antara organisasi (organization) dengan pengorganisasian (organizing) memiliki hubungan yang sangat erat. Pengorganisasian yang baik akan menghasilkan organisasi yang baik pula. Pengorganisasian diproses oleh organisator (manajer) sehingga pengorganisasian itu bersifat dinamis dan hasilnya adalah organisasi yang bersifat statis.

Akan tetapi, hakikat organisasi juga bisa dipandang sebagai statis dan dinamis. Statis bila organisasi sebagai wadah, tempat kegiatan administrasi dan manajemen. Sedangkan dinamis ketika organisasi sebagai suatu proses, interaksi hubungan, formal (nampak di bagan organisasi) dan informal (tidak diatur, tidak nampak dalam struktur). Hubungan informal timbul, karena hubungan pribadi, kesamaan kepentingan, dan kesamaan interest dengan kegiatan di luar.

Berangkat dari pengertian di atas maka dalam perkembangannya dan karena tuntutan globalisasi muncul berbagai hal berkenaan dengan pengorganisasian, seperti struktur organisasi yaitu pola formal bagaimana orang dan pekerja dikelompokkan dalam suatu organisasi yang biasa digambarkan dengan bagan organisasi. Perilaku organisasi, yang ditekankan pada perilaku manusia dalam kelompok, iklim organisasi yaitu serangkaian sifat lingkungan kerja, kultur organisasi yaitu sistem yang dapat menembus nilai-nilai, kepercayaan dan norma-norma di setiap organisasi, desain organisasi yaitu struktur organisasi spesifik yang dihasilkan dari keputusan dan tindakan manajer, pengembangan organisasi, politik organisasi, proses organisasi yaitu aktivitas yang member! nafas pada kehidupan struktur organisasi, dan profil organisasi yaitu suatu diagram yang menunjukkan respons anggota organisasi.

Berkaitan dengan pengertian organisasi, dalam Alquran dicontohkan beberapa surat yang berkaitan dengan organisasi, sebagaimana Firman Allah SWT yang berkaitan dengan:
a. perlunya persatuan, dalam surat: 2:43, 4:71, 37:1,
b. perlunya berbangsa-bangsa, dalam surat: 5:48, 22:34,67, 49:13
c. perlunya bersatu dan mengikuti jalan yang lurus, dalam surat: 30:31,32, 2:103,105, 6:59, 8:46 dan
d. perlunya saling tolong-menolong dan kerja sama, dalam surat: 5:2, 8:74, 9:71.
Jadi, organisasi ada karena untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu ini merupakan tujuan organisasi.

Demikian pula dalam pendidikan Islam, organisasi juga dibutuhkan. Organisasi pendidikan Islam dapat dipahami sebagai wadah berkumpulnya beberapa orang yang saling bekerja sama dan beriteraksi dalam menerapkan dan mewujudkan tujuan pendidikan Islam dengan tetap berlandaskan kepada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri.






II. 2 Prinsip-prinsip, Fungsi dan Manfaat Organisasi

Agar terwujudnya suatu organisasi yang baik, efektif, efisien serta sesuai dengan kebutuhan, secara selektif harus didasarkan pada prinsip-prinsip organisasi sebagai berikut.

1. Principle of Organizational Objective (prinsip tujuan organisasi). Menurut prinsip ini tujuan organisasi harus jelas dan rasional, apakah bertujuan untuk mendapatkan laba (business organization) ataukah untuk memberikan pelayanan (public organization). Hal ini merupakan bagian penting dalam menentukan struktur organisasi.

2. Principle of Unity of Objective (prinsip kesatuan tujuan). Menurut prinsip ini, di dalam suatu organisasi harus ada kesatuan tujuan yang ingin dicapai. Organisasi secara keseluruhan dan tiap-tiap bagiannya harus berusaha untuk mencapai tujuan tersebut. Organisasi akan kacau, jika tidak ada kesatuan.

3. Principle of Unity of Command (prinsip kesatuan perintah) Menurut prinsip ini, hendaknya setiap bawahan menerima perintah ataupun memberikan pertanggungjawaban hanya kepada satu orang atasan, tetapi seorang atasan dapat memerintah beberapa orang bawahan.

4. Principle of the Span of Management (prinsip rentang kendali). Menurut prinsip ini, seorang manajer hanya dapat memimpin secara efektif sejumlah bawahan tertentu, misalnya 3 sampai 9 orang. Jumlah bawahan ini tergantung kecakapan dan kemampuan manajer bersangkutan.

5. Principle of Delegation of Authority (prinsip pendelegasian wewenang) Menurut prinsip ini, hendaknya pendelegasian wewenang dari seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain jelas dan efektif, sehingga ia mengetahui wewenangnya.

6. Principle of Parity of Authority and Responsibility (prinsip keseimbangan wewenang dan tanggung jawab) Menurut prinsip ini, hendaknya wewenang dan tanggung jawab harus seimbang. Wewenang yang didelegasikan dengan tanggung jawab yang timbul karenanya harus samabesarnya, hendaknya wewenang yang didelegasikan tidak meminta pertanggungja wabany ang lebih besar dari wewenang itu sendiri atau sebaliknya. Misalnya, jika wewenang sebesar X, tanggung jawabnya pun harus sebesar X pula.

7. Principle of Responsibility (prinsip tanggung jawab). Menurut prinsip ini, hendaknya pertanggungjawaban dari bawahan terhadap atasan harus sesuai dengan garis wewenang (line autho¬rity) dan pelimpahan wewenang; seseorang hanya bertanggung jawab kepada orang yang melimpahkan wewenang tersebut.


8. Principle of Departmentation (principle of devision of work-prinsip pembagian kerja). Menurut prinsip ini, pengelompokan tugas-tugas, pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang sama ke dalam satu unit kerja (departemen) hendaknya didasarkan atas eratnya hubungan pekerjaan tersebut.

9. Principle of Personnel Placement (prinsip penempatan personalia). Menurut prinsip ini, hendaknya penempatan orang-orang pada setiap jabatan harus didasarkan atas kecakapan, keahlian dan keterampilannya (the right men, in the right job); mismanajemen penempatan harus dihindarkan. Efektivitas organisasi yang optimal memerlukan penempatan karyawan yang tepat. Untuk itu harus dilakukan seleksi yang objektif dan berpedoman atas job specification dari jabatan yang akan diisinya.

10. Principle of Scalar Chain (prinsip jenjang berangkai). Menurut prinsip ini, hendaknya saluran perintah/wewenang dari atas ke bawah harus merupakan mata rantai vertikal yang jelas dan tidak terputus-putus serta menempuh jarak terpendek. Sebaliknya pertanggungjawaban dari bawahan ke atasan juga melalui mata rantai vertikal, jelas dan menempuh jarak terpendeknya. Hal ini penting, karena dasar organisasi yang fundamental adalah rangkaian wewenang dari atas ke bawah; tindakan dumping hen¬daknya dihindarkan.

11. Principle of Efficiency (prinsip efisiensi). Menurut prinsip ini, suatu organisasi dalam mencapai tujuannya harus dapat mencapai hasil yang optimal dengan pengorbanan yang minimal.

12. Principle of Continuity (prinsip kesinambungan). Organisasi harus mengusahakan cara-cara untuk menjamin kelangsungan hidupnya.

13. Principle of Coordination (prinsip koordinasi). Prinsip ini merupakan tindak lanjut dari prinsip-prinsip organisasi lainnya. Koordinasi dimaksudkan untuk mensinkronkan dan mengintegrasikan segala tindakan, supaya terarah kepada sasaran yang ingin dicapai.

Dalam konteks pendidikan Islam, prinsip-prinsip ini haruslah berlandaskan kepada landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur'an dan Sunnah. Di antara prinsip organisasi yang tersirat dalam al-Qur'an dan Hadis adalah sebagai berikut:

1. Tujuan organisasi secara umum harus mencari dan menemukan keridhaan Allah SWT. Meskipun tujuan lain dibangun bernuansa duniawi, akan tetapi hal-hal yang bersifat duniawi tersebut adalah sesuatu yang diridhai oleh Allah SWT. Firman-Nya:
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Qs. al-Jumuah: 9-10)

2. Kerja sama yang dilakukan dalam suatu organisasi—termasuk segala proses yang dijalankan—hanya dalam kebaikan, bukan dalam hal kemaksiatan, keburukan, atau kemungkaran. Firman-Nya:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Qs. Al-Maidah/5: 2)

3. Pemberian tugas dan wewenang kepada anggota organisasi berdasarkan kemampuan yang mereka miliki. Dalam ajaran Islam, banyak hal hukum yang diterapkan berdasarkan kemampuannya, seperti shalat duduk atau berbaring bagi orang yang sakit, mengganti puasanya dengan fidyah bagi yang sakit dan sulit akan sembuh, dan sebagainya. Demikian pula perintah memberi nafkah, juga berdasarkan kemampuan seseorang, sebagaimana firman-Nya:

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (Qs. ath-Thalaq/65: 7)

Dalam hal ini, juga diperlukan penyerahan tugas sesuai dengan keahliannya. Rasulullah SAW bersabda:
اِذَا وُسِّدَ اْلأَمْرُ اِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
Apabila suatu perkara/urusan diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. (HR. Bukhari).

4. Masing-masing anggota organisasi harus menjalankan tugasnya dengan baik dan mempertanggungjawabkan setiap tugas yang diembannya. Rasulullah SAW bersabda:
كُلَُكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ...
Kalian semua adalah pemimpin, dan akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya… (muttafaq 'alaih).

Mengenai tanggung jawab ini, juga dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam al-Qur'an surat ar-Ra’du/13 ayat 11:
إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang terdapat pada (keadaan) satu kaum (masyarakat), sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri (sikap mental) mereka.

5. Seluruh anggota organisasi secara kolektif bertanggung jawab terhadap individu-individu yang ada dalam organisasi tersebut sehingga diperlukan adanya pembinaan (supervisi), pendidikan, dan perhatian kepada mereka. Jika tidak, maka kesalahan yang dilakukan oleh individu tertentu bisa merusak citra organisasi. Hal ini tersirat dalam firman Allah SWT dalam surat al-Anfal/8 ayat 25:
Artinya: dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.

6. Komunikasi yang digunakan dalam organisasi hendaklah dengan lemah lembut, tegas, perkataan yang benar serta mengandung keselamatan, sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan. Mengenai pentingnya berkomunikasi dengan baik dan lemah lembut ini Allah SWT berfirman:
$Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Qs. Ali Imran/3: 159)

Dalam al-Qur'an juga ditemukan beberapa istilah komunikasi seperti:

a. qaulan sadida/perkataan yang benar (Qs. an-Nisa'/4: 9 dan al-Ahzab/33: 70);
b. qaulan karima/perkataan yang mulia (Qs. al-Isra'/17: 23);
c. qaulun ma'rufun atau qaulan ma'rufa/perkataan yang baik (Qs. al-Baqarah/2: 2235 dan 263; Muhammad/47: 21 juga al-Ahzab/33: 32 dan an-Nisa'/4: 8);
d. qaula al-haq/perkataan yang benar (Qs. Maryam/19: 34); dan
e. qaulan baligha/perkataan yang sampai berbekas pada jiwa mereka (Qs. an-Nisa'/4: 63).

Berbagai bentuk kata yang menunjukkan etika dan cara komunikasi tersebut dilakukan sesuai dengan kondisi lawan bicara dan materi yang dibicarakan. Penerapan komunikasi seperti ini akan sangat efektif dalam membangun organisasi yang profesional dan menyenangkan.

7. Selain menggunakan kata-kata yang baik, hendaklah saling memberi nasehat di jalan yang benar, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-'Ashr ayat 1-3:
وَالْعَصْرِ ١ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ٢ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati (saling berwasiat) supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati (saling berwasiat) supaya menetapi kesabaran.

8. Dalam pengambilan kebijakan dan keputusan, hendaklah dilakukan dengan prinsip musyawarah dan diiringi dengan sifat tawakal. Sebagaimana firman-Nya:
$Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Qs. Ali Imran/3: 159)

9. Menegakkan prinsip keadilan. Islam sangat menekankan pentingnya menegakkan keadilan, termasuk dalam urusan kemasyarakat dan berorganisasi. Bahkan Ali ibn Abi Thalib kw. pernah berkata: "Tuhan akan menegakkan negara yang adil meskipun kafir dan akan menghancurkan negara yang zhalim meskipun Islam". Al-Qur'an juga banyak membicarakan tentang prinsip keadilan, salah satu di antaranya adalah:

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. surat al-Maidah/5 ayat 8)

10. Jabatan dan tugas yang diberikan dalam organisasi pada hakikatnya sebagai amanah yang harus dijalankan dengan sifat amanah (dapat dipercaya) pula. Pentingnya sifat amanah ini juga ditegaskan dalam al-Qur'an bahwa watak manusia memang suka menerima amanah, akan tetapi agar tidak termasuk orang yang zalim lagi bodoh, harus mampu mengemban amanah tersebut sebagaimana mestinya. Dalam konteks berorganisasi, maka setiap anggota organisasi harus menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing sesuai dengan job description yang diberikan. Firman-Nya:
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh, (Qs. al-Ahzab/33: 72)

11. Dalam menjalankan organisasi pendidikan Islam hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, jujur, tranparan, dan sifat-sifat terpuji lainnya sebagaimana yang dituntun dalam ajaran Islam, khususnya yang berkenaan dengan ajaran akhlaqul Islam.
Adapun yang menjadi fungsi dari sasaran organisasi tersebut antara lain:
1. Dapat merumuskan serta memusatkan perhatian atau mengarahkan para manajer dalam usaha memperoleh dan mempergunakan sumber daya organisasi.
2. Dapat digunakan sebagai dasar dan alasan peng-orgairisasian.
3. Sebagai suatu standar penilaian terhadap organisasi, dan daprt dijadikau sebagai ukuran terhadap derajat efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya.
4. Sebagai sumber legitimasi yang membenarkan kegi¬atan dan eksistensinya terliadap kelornpok-kelompok yang beraneka ragam seperti para penanaman modal, anggota, pelanggan dan masyarakat secara keseluruhan dan sebagainya.
5. Dapat membantu organisasi untuk memperoleh suinberdaya manusia yang dibutuhkan.

Fungsi yang menjadi sasaran bagi para anggota perseorangan dalam suatu organisasi adalah:

1. Dapat memberikan pengarahan kerja sehingga mendorong para pekerja untuk memusatkan perhatian dan usahanya secara lebih ielas ke arah tujuan yang telah ditetapkan.
2. Memberikan alasan sebagai dasar untuk bekerja dan dapat memberikan arti pada pekerjaan yang kelihatannya tidak terarah.
3. Dapat dijadikan sebagai sasaran pencapaian keinginan pribadi.
4. Dapat membantu individu merasa terjarnin bahwa Organisasi akan tenis berjalan untuk masa selanjut-nya.
5. Dapat memberikan identifikasi dan status bagi para pekerjanya

Sementara manfaat dari adanya organisasi adalah:
1. Organisasi sebagai penuntun pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan akan lebih efektif dengan adanya organisasi yang baik.
2. Organisasi dapat mengubah kehidupan masyarakat. Jika organisasi itu di bidang pendidikan, maka akan turut mencerdaskan masyarakat serta membimbing masyarakat agar tetap menerapkan nilai-nilai ajaran Islam.
3. Organisasi menawarkan karier. Karier berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan. Jika kita menginginkan karier untuk kemajuan hidup, berorganisasi dapat menjadi solusi.
4. Organisasi sebagai cagar ilmu pengetahuan. Organisasi selalu berkembang seiring dengn munculnya fenomena-fenomena organisasi tertentu. Peran penelitian dan pengembangan sangat dibutuhkan sebagai dokumentasi yang nanti akan mengukir sejarah ilmu pengetahuan.

Dalam ajaran Islam, juga diperlukan organisasi. Rasulullah SAW bersabda bahwa Shalat berjama'ah lebih utama daripada shalat sendirian 27 derajat. Hadis ini mengisyaratkan tentang:
a. Keutamaan shalat berjamaah
b. Aplikasinya dalam kehidupan bermasyarakat bahwa hidup secara berjamaah atau berorganisasi dengan dipimpin oleh seorang pemimpm/imam lebih besar keuntungannya dari¬pada tanpa berorganisasi atau berjamaah.

Begitu pula pernyataan Ali bin Abi Thalib: "al-haqqu bila nizhamin sayaghlibuhu al-bathil bi nizhamin", (Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir). Pernyataan ini menunjukkan begitu pentingnya organisasi untuk mewujudkan suatu tujuan, termasuk dalam menerapkan kebenaran.
















II. 3 Organisasi Lembaga Pendidikan Islam

Lembaga pendidikan, dalam bahasa Inggris disebut institute (berbentuk fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam bentuk fisik disebut juga bangunan, sedangkan non-fisik disebut pranata.

Secara terminologi, lembaga pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung adalah sustu sistem peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode, norma-norma, idiologi-idiologi dan sebagainya, baik tertulis atau tidak, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik: kelompok manusia yang terdiri dari individu-individu yang dibentuk dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok itu melaksanakan peraturan-peraturan tersebut adalah: masjid, sekolah kuttab dan sebagainya.
Dengan demikian, untuk menerapkan pendidikan Islam perlu suatu lembaga dan lembaga tersebut harus terorganisir sedemikian rupa sehingga tujuan pendidikan Islam dapat dicapai secara efektif dan efisien. Tegasnya, diperlukan organisasi lembaga pendidikan yang profesional.
Berbicara tentang lembaga pendidikan Islam, dapat dilihat dari segi proses pembentukannya, yaitu formal, nonformal, dan informal. Akan tetapi, lembaga pendidikan Islam dalam bentuk institute biasanya dikelola oleh lembaga Departemen Agama dimana di dalamnya terdapat lembaga pendidikan formal dan nonformal.

1. Lembaga Pendidikan Islam di Lingkungan Departemen Agama
Pendidikan Islam dipetakan ke dalam tiga jenis pendidikan, yaitu pendidikan agama Islam pada satuan pendidikan, pendidikan umum berciri Islam, dan pendidikan keagamaan Islam. Pendidikan Islam pada satuan pendidikan dilakukan melalui koordinasi antara Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ditjen Pendidikan islam bertangg/ung jawab.'aias!: pengembangan kurikulum dan pembinaan guru. Sedangkan Depdiknas atas pelaksanaahnya. pada tingkat satuan pendidikan.

Pendidikan umum berciri Islam, pada jalur formal diselenggarakan oleh satuan pendidikan Raudhatul/Busthanul Athfal (RA/BA) pada anak usia dini, Madrasah Ibtidaiyah (Ml) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) pada pendidikan dasar. Madrasah Aliyah (MA) dan MA Kejuruan pada pendidikan menengah, dan Perguruan Tinggi Islam (PTI) pada jenjang pendidikan tinggi.
Pada jalur non-formal, diselenggarakan melalui Program Paket A dan Program Paket B pada pendidikan dasar serta Program Paket C setara pendidikan menengah. Pendidikan keagamaan Islam diselenggarakan dalam bentuk pendidikan diniyah dan pendidikan pesantren yang melingkupi berbagai satuan pendidikan diniyah dan pondok pesantren pada berbagai jenjang dan jalur pendidikan.

Pada jalur formal, pendidikan diniyah mencakup Pendidikan Diniyah Dasar (PDD) dan Pendidikan Diniyah Menengah Pertama PDMP pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan Diniyah Menengah Atas (PDMA) pada jenjang pendidikan menengah, dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) pada jenjang pendidikan tinggi. Pada jalur non-formal, pendidikan diniyah diselenggarakan secara berjenjang mulai dari pendidikan anak usia dini pada Taman Kanak-kanak al-Qur'an (TKQ), jenjang dasar oleh lembaga pendidikan Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA) dan Diniyah Takmiliyah Wustha (DTW) dan jenjang pendidikan menengah oleh Diniyah Takmiliyah Ulya (DTU), DT Aly untuk jenjang pendidikan tinggi, serta non-jenjang pada lembaga pendidikan al-Qur'an dan Majlis Taklim.

Dengan demikian, organisasi lembaga pendidikan Islam, baik formal maupun non-formal seperti pesantren, pada dasarnya dikelola oleh Departemen Agama. Sementara lembaga pendidikan umum, seperti SD, SMP, dan SMA Swasta yang dimiliki oleh organisasi Islam juga dikategorikan sebagai lembaga pendidikan Islam, namun tetap berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional.

Di tingkat daerah, Pesantren sebagai lembaga pendidikan formal biasanya menerapkan kurikulum madrasah sehingga tingkatan dalam pesantren juga meliputi madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Dalam struktur organisasi, pesantren ini berada di bawah departemen agama, tepatnya di bagian Pekapontren. Madrasah juga meliputi jenjang madrasah ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Ketiga jenjang ini juga berada dalam departemen agama tepatnya di bagian Mapenda. Sedangkan sekolah yang diidentikkan dengan lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan yang biasanya dimiliki oleh organisasi Islam, seperti Sekolah Dasar Islam (SDI), Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI), dan Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI) atau nama-nama lain yang sejenis dengannya, termasuk SD Islam Terpadu.

Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga pendidikan formal yang di dalamnya terdapat kepala sekolah, guru-guru, pegawai tata usaha, siswa, dan sebagainya memerlukan adanya organisasi yang baik agar tujuannya dapat dicapai. Menurut sistem persekolah di negeri kita, pada umumnya Kepala Sekolah/Madrasah merupakan jabatan yang tertinggi di sekolah itu sehingga dengan demikian kepala sekolah memegang peranan dan pimpinan segala sesuatunya yang berhubungan dengan tugas sekolah/medrasah ke dalam maupun ke luar. Maka dari itu dalam struktur organisasi lembaga ini pun kepala sekolah biasanya selalui ditempatkan yang paling atas.

Faktor lain yang menyebabkan perlunya organisasi sekolah/madrasah yang baik ialah karena tugas guru-guru tidak hanya mengajar saja, juga pegawai-pegawai tata usaha, pesuruh sekolah, dan sebagainya semuanya harus bertanggung jawab dan diikutsertakan dalam menjalankan roda organisasi itu secara keseluruhan. Dengan demikian, agar tidak overlapping dalam memegang/menjalankan tugasnya masing-masing, diperlukan organisasi sekolah/madrasah yang baik dan teratur.

Sebagai organisasi, sekolah atau madrasah tersebut tentu memiliki visi dan misi tertentu dengan mengacu kepada nilai-nilai ajaran Islam. Kemudian di dalamnya terdapat struktur organisasi yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah/madrasah dan dibantu oleh beberapa orang wakil, seperti wakil bidang kurikulum, wakil bidang sarana prasarana, dan wakil bidang kesiswaan. Para guru juga diorganisir sesuai dengan kebutuhan, seperti wali kelas, koordinator masing-masing mata pelajaran, pembina OSIS, dan sebagainya.

Adapun sistem penanggung jawab lembaga tersebut awalnya bersifat sentralistik. Namun dewasa ini, seiring dengan otonomi daerah, sistem sentralistik secara berlahan mulai berubah ke arah desentralistik, meskipun belum sepenuhnya, khususnya di lingkungan Departemen Agama. Sedangkan sekolah umum yang dimiliki oleh organisasi Islam cenderung lebih desentralisasi karena mereka berada di bawah departemen pendidikan nasional.

Mengenai pengelolaan madrasah/pesantren di lingkungan Departemen Agama yang masih bersifat sentralistik memiliki kelebihan dan kekurangan. Lembaga pendidikan formal di bawah Departemen Agama seperti Madrasah cenderung hanya memperoleh anggaran biaya dari Departemen Agama pusat dan terkesan kurang perhatian dari pemerintah daerah. Padahal madrasah juga berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat lokal di tingkat daerah tersebut. Meskipun demikian, ada juga pemerintah daerah yang menganggarkan biaya untuk madrasah tersebut, sesuai dengan kebijakan masing-masing pemerintah daerah. Kebijakan ini tentu terkait dengan besarnya APBD yang dimilikinya.

Di sisi lain, pembiayaan madrasah—khususnya yang berstatus negeri—yang dianggarkan dari DIPA Departemen Agama justru memperoleh anggaran yang lebih besar jika dibandingkan dengan sekolah di lingkungan dinas pendidikan, sebab jumlah lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum yang ada. Terutama di daerah yang memiliki APBD relatif kecil, jangankan menganggarkan biaya yang cukup untuk madrasah yang masih bersifat sentralistik ke departemen Agama, untuk menganggarkan dana pengelolaan sekolah umum yang berada di bawah lingkungan dinas pendidikan kota/kabupaten saja akan mengalami kesulitan mengingat jumlah sekolah umum yang lebih besar dari pada jumlah madrasah.

Namun, yang menjadi persoalan berikutnya adalah madrasah yang memperoleh dana cukup dari departemen agama tersebut justru lebih terfokus kepada madrasah negeri, sementara madrasah swasta kurang mendapat perhatian. Padahal, jumlah madrasah swasta jauh lebih banyak dari pada madrasah negeri. Akhirnya, madrasah swasta yang memperoleh "penghidupan" dari masyarakat setempat cenderung mengalami kesulitan dalam merancang dan melaksanakan program pendidikan yang berkualitas.

Mengenai perbandingan madrasah negeri dengan swasta dapat dilihat pada tabel ini:
No Jenis Lembaga Jumlah Jumlah Total Porsentase Sebaran
Negeri (%) Swasta (%)
1 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 1.567 19.621 21.188 36%
(7.4%) (92,6%)
2 Madrasah Tsanawiyah (MTs) 1.259 11.624 58.288 22%
(9,8%) (90,2%)
3 Madrasah Aliyah (MA) 644 4.754 5.398 9%
(11,9%) (88,1%)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa MI yang negeri hanya 7.4 % dari 21.188 MI yang ada, MTs berstatus negeri sebanyak 9,8% dari 58.288 dan MA berstatus negeri hanya 11,9% dari 5.398 dari total MA yang ada. Data ini diperoleh pada T.P. 2007/2008. Dengan demikian, persentase madrasah swasta jauh lebih besar jumlahnya dari pada madrasah negeri.

Besarnya jumlah madrasah swasta ini memang berkaitan dengan sejarah pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan Islam; di mana peran serta masyarakat dalam pengembangan madrasah dan pesantren sangat besar. Anggota masyarakat karena motivasi agama, banyak yang menyediakan tanah wakaf atau dana pembangunan madrasah dan pesantren, sehingga jumlah madrasah swasta demikian banyak seperti terlihat pada data di atas. Prakarsa dan peran serta masyarakat yang demikian besar dalam bidang pendidikan tersebut, khususnya madrasah dan pesantren, memang patut dihargai dan perlu terus dibantu pengembangannya.

Namun, dan yang dapat dikumpulkan oleh masyarakat muslim dalam pengembangan pendidikan modern dewasa ini sangat terbatas, sementara biaya pendidikan semakin mahal, sehingga tuntutan untuk terus-menerus menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan madrasah terus-menerus ketinggalan dengan dunia pendidikan yang lain. Pada umumnya, madrasah swasta berada dalam keadaan serba kekurangan karena menampung siswa-siswa dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Akibatnya, biaya untuk menunjang kegiatan proses belajar-mengajar kurikulum yang tinggi tingkat relevansinya dengan jenis-jenis pekerjaan yang berkembang di dunia bisnis dan di masyarakat dewasa ini yang mengarah ke masyarakat industri, masih sangat terbatas.

Di sisi lain, karena kemampuan dalam penyelenggaraan pendidikan masih terbatas, Pemerintah masih mengutamakan strategi pengembangannya pada sekolah-sekolah negeri, khususnya dalam penyediaan tenaga guru dan pembagian alokasi dana pembiayaan pendidikan lainnya. Padahal, berbeda dengan Diknas, proses penegerian madrasah di Departemen Agama berjalan sangat lambat, sehingga jumlah madrasah negeri masih sangat kecil. Kelambatan itu disebabkan karena Departemen Agama dianggap bukan sebagai unit yang memeriukan perhatian dan prioritas untuk memperoleh dukungan dana dan dukungan kelembagaan seperti Diknas. Masalah kecilnya jumlah madrasah-madrasah negeri tersebut menjadi salah satu kendala dalam menyusun langkah-langkah pembinaan madrasah.

Lebih besarnya perhatian pemerintah terhadap madrasah negeri dari pada swasta juga dapat dilihat dari persentase madrasah penerima bantuan dari Program Bantuan Direktorat Pendidikan pada Madrasah tahun 2007, sebagaimana yang terlihat dalam tabel berikut ini:
No Jenis Lembaga Jumlah Lembaga
Negeri (%) Swasta (%)
1 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 1.567 19.621
(11,5 %) (4.3 %)
2 Madrasah Tsanawiyah (MTs) 1.259 11.624
(10,6 %) (7.3 %)
3 Madrasah Aliyah (MA) 644 4.754
(15,5 %) (10,5 %)

Jika diperhatikan pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa secara kuantitas, jumlah madrasah negeri memang lebih besar dari pada madrasah negeri. Namun, jika dilihat dari persentase jumlah madrasah secara keseluruhan, maka madrasah swasta jauh lebih kecil dari pada yang negeri. Itu artinya, masih banyak madrasah negeri yang tidak memperoleh bantuan, akan tetapi jauh lebih banyak madrasah swasta yang tidak memperoleh bantuan tersebut. Oleh karena itu, madrasah swasta sulit mengembangkannya sebagai lembaga pendidikan yang bermutu dengan sistem pengelolaan seperti ini, apalagi jika kurang mendapat dukungan dari masyarakat dan pemerintah daerah setempat.

Demikian pula dengan lembaga pendidikan pesantren dan diniyah yang nota benenya tumbuh dari masyarakat, juga semakin berkembang dan butuh perhatian dari pemerintah dan masyarakat sendiri. Berdasarkan tipe pondok pesantren, dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
No Tipe Pondok Pesantren Jumlah Persentase
1 Salafiyah 8.001 37,2 %
2 Ashriyah 3.881 18,0 %
3 Kombinasi 9.639 44, 8 %
Jumlah 21.521 100%

Tabel: Jumlah Pondok Pesantren berdasarkan tipenya pada T.P. 2007/2008

Sementara jumlah madrasah diniyah pada tahun pelajaran 2007/2008 terdapat sebanyak 37.102. Jika dilihat dari lokasinya, terdapat 8.485 (22,9%) merupakan madrasah diniyah yang berada di dalam Pondok Pesantren, dan 28.617 (77,1%) merupakan madrasah diniyah yang berada di luar Pondok Pesantren.

Menyikapi persoalan di atas, seharusnya pemerintah daerah mengambil kebijakan yang proporsional (adil) terhadap pembangunan dan pengembangan lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah dan pesantren. Sebab, madrasah dan pesantren juga berperan besar dalam mencerdaskan masyarakat di tingkat daerah tersebut. Meskipun madrasah dikelola secara sentralistik, akan tetapi pemerintah daerah perlu menganalisis perbandingan antara anggaran yang diperoleh madrasah dengan anggaran yang diperoleh sekolah umum. Jika APBD di tingkat daerah memang relatif kecil, maka diharapkan pemerintah dapat memotivasi masyarakat untuk berperan aktif dalam membangun lembaga pendidikan di daerah tersebut, baik umum maupun lembaga pendidikan Islam. Oleh karena itu, dibutuhkan koordinasi yang baik lagi harmonis antara departemen agama dengan dinas pendidikan dari pusat hingga di tingkat daerah kota/kabupaten, termasuk dengan pemerintah daerah. Dengan begitu diharapkan pengelolaan organisasi lembaga pendidikan Islam dilakukan secara profesional sehingga bermutu dan mampu bersaing di tingkat global.









BAB III

PENUTUP

III. 1 KESIMPULAN

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, di antaranya sebagai berikut:

1. Organisasi dalam artian statis merupakan wadah berkumpulnya beberapa orang yang saling bekerja sama dan berinteraksi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan secara dinamis, organisasi merupakan proses mewujudkan tujuan dengan adanya kerja sama, tugas-tugas tertentu yang jelas dengan tanggung jawab yang kuat untuk mewujudkan tujuan yang telah disepakati bersama. Sementara organisasi pendidikan Islam dapat dipahami sebagai wadah berkumpulnya beberapa orang yang saling bekerja sama dan beriteraksi dalam menerapkan dan mewujudkan tujuan pendidikan Islam dengan tetap berlandaskan kepada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri.

2. Pada dasarnya organisasi merupakan sesuatu yang alamiah bagi manusia, sebab ia ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu sama lain. Hanya saja secara teoritis, organisasi lebih berkembang dan muncul sejak abad ke 19 hingga saat ini dengan berbagai teori yang muncul, mulai dari klasik, ilmiah, hingga kepada perkembangannya di masa modern.

3. Prinsip-prinsip organisasi pendidikan Islam tersirat dalam al-Qur'an, seperti tujuannya harus mencari dan menemukan keridhaan Allah, proses yang dilakukan dengan cara yang baik, kerja sama dalam konteks kebaikan/ketakwaan bukan kemaksiatan, komunikasi dilakukan dengan cara yang baik/santun, adanya tanggung jawab masing-masing anggota organisasi, dan pengambilan keputusan sebaiknya dilakukan dengan cara musyawarah dan tawakal. Semua itu relevan dengan temuan-temuan pakar organisasi modern.

4. Bentuk-bentuk organisasi, jika dilihat dari strukturnya ada beberapa bentuk, seperti tipe line, staf, line and staf, fungsional, dan panitia (committee). Semua itu dapat digunakan berdasarkan kebutuhan organisasi tersebut.

5. Secara garis besar lembaga pendidikan Islam dapat dikelompokkan kepada tiga bagian, yaitu formal (sekolah/madrasah/pesantren), informal (keluarga), dan nonformal (masyarakat). Namun dari segi pengelolaannya, lembaga pendidikan Islam itu bisa dikategorikan dalam bentuk lembaga pendidikan Islam di lingkungan Departemen Agama yang terdiri dari formal (seperti MI, MTs, dan MA) dan nonformal (seperti TQ, pengajian Kitab, Paket C, dll). Semua bentuk lembaga ini merupakan suatu organisasi yang harus dijalankan dengan profesional sehingga tujuan pendidikan Islam dapat dicapai secara efektif dan efisien.













III. 2 BIBLIOGRAFI/DAFTAR PUSTAKA

Asnawir, Manajemen Pendidikan, Padang: IAIN IB Press, 2006
_______, Bagian I Manajemen Pendidikan, Kumpulan Print Out Slide Power Point, Padang: PPS IAIN IB Padang
Akkas, M. Amin, "Potret Kepemimpinan dalam Masyarakat Madani", dalam Nurcholish Madjid et.al., Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern, Jakarta: Mediacita, 2000
Atmosudirdjo, Prajudi, Dasar-dasar Ilmu Administrasi Umum, Jakarta: Galia Indonesia, 1982
Ditjen Pendidikan Islam Depag RI, Booklet, Jakarta: Dirtjen PI Depag RI, 2007
_____________, Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan T.P. 2007/2008, Jakarta: Ditjen PI Depag RI, 2008
Hasibuan, Malayu S.P., Organisasi dan Motivasi; Dasar Peningkatan Produktivitas, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, cet. ke-5
al-Hasyimi, Sayid Ahmad, Mukhtarul Ahadits an-Nabawiyah, Penj. Mahmud Zaini, Jakarta: Pustaka Amani, 1995
Hick, Herbert G. dan G. Ray Gullet, Organization: Theory and Behavior, Penj. G. Kartasapoetra, Jakarta:Bumi Aksara, 1995, cet. ke-2
Khaldun, Abdurrahman Ibn, Muqaddimah Ibn Khaldūn; wa Hiya Muqaddimah al-Kitāb al-Musamma Kitāb al-Ibar wa Dīwān al-Mubtada’ wa al-Khabar fī Ayyām al-Arb wa al-‘Ajam wa al-Barbar wa Man ‘Āsharahum min Dzawī al-Sulthān al-Akbar, Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah, 1993
Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988
An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Penj. Shihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 1995
Ndraha, Taliziduhu, Budaya Organisasi, Jakarta: Rineka Cipta, 2003
Poerwanto, Ngalim, Administrasi Pendidikan, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1988
Rahim, Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006
Rivai, Veithzal, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2003
Schein, Edgar H., Organizational Psychology, Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall, 1980
Siagian, Sondang P., Teori Pengembangan Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2007 cet. ke-5
Suyantoro, Darwis, organisasi, manajemen, dan manfaat organisasi, www.suryantara. wordpress. com
Terry, George R., Guide to Management, Penj. J. Smith D.F.M., Jakarta: Bumi Aksara, 2006, cet. ke-8
Winardi, J., Teori Organisasi dan Pengorganisasian, Jakarta: Rajawali Press, 2006
_______, Manajemen Perilaku Organisasi, Jakarta: Kencana, 2007, cet. ke-2, edisi revisi

Contoh Makalah : pengertian, fungsi dan ragam bahasa Indonesia

UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN
B A T A M

FKIP BAHASA INGGRIS (E)

TUGAS KELOMPOK
BAHASA INDONESIA

“PENGERTIAN, FUNGSI DAN RAGAM BAHASA”


DISUSUN OLEH KELOMPOK IV :

o   TRI ROKHAYATI                     NPM. 11.06.0.202
o   RAHAYU PUSPITOSARI                   NPM. 11.06.0.208
GANDANINGRUM
o   DESY MAYA SARI                  NPM. 11.06.0.211
o   WARSONO                            NPM. 11.06.0.210
o   RISCA GESMI MARIYANA   NPM. 11.06.0.224
o   EKA PUTRI                              NPM. 11.06.0.225
o   VERA NOVITA                       NPM. 11.06.0.229
o   ETTI                                          NPM.
KATA PENGANTAR


            Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan tak lupa salawat beriring salam kita hanturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Bahasa Indonesia ini tepat waktu.
Makalah dengan judul “Pengertian, Fungsi dan Ragam Bahasa” ini kami susun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang diberikan oleh Ibu Wihartati, S.Pd.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Wihartati selaku dosen Bahasa Indonesia, terima kasih kepada anggota kelompok IV, serta pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, dengan kerendahan hati, kami memohon maaf.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Batam, …………… 2011
Tim Penyusun,


                                                                                                                       
Kelompok IV



DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………..... i

KATA PENGANTAR………………………………………………………... ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………..… iii

BAB I PENDAHULUAN
          I . 1 PENDAHULUAN ………………………………..……………… 1

BAB II MATERI
          II . 1 PENGERTIAN BAHASA ………………………………………. 3
          II . 2 FUNGSI BAHASA …………………………………………...… 4
          II . 3 RAGAM BAHASA ……………………………………………. 4

BAB III PENUTUP
          III . 1 KESIMPULAN ………………………………………….…….  12
          III . 2 KRITIK DAN SARAN ………………………………………... 12
          III . 3 REFERENSI …………………………………………………… 12

BAB I
PENDAHULUAN

I . 1 PENDAHULUAN

Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.












BAB II
MATERI

II . 1 PENGERTIAN BAHASA

Pengertian Bahasa, Ragam Bahasa, Fungsi Bahasa adalah pemahaman dasar dalam memahami bahasa. Dalam memahami Bahasa Indonesia, kita juga perlu memahami hal-hal tersebut, sehingga pemahaman kita dalam memahami bahasa Indonesia, bisa lebih mendalam dan dapat mengaplikasikan dengan baik.

Definisi Bahasa : Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbiter ( tidak ada hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya ) yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat untuk berkomunikasi, kerja sama, dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder.

Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.

Bahasa memberikan kemungkinan yang jauh lebih luas dan kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau perlambang.





II . 2 FUNGSI BAHASA


Fungsi bahasa dalam kehidupan sehari-hari :

Ø  Alat untuk Ekspresi Diri
Ø  Alat untuk Komunikasi
Ø  Alat untuk Adaptasi Sosial
Ø  Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia
Ø  Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia
Ø  Alat untuk mengidentifikasi diri
Ø  Alat control sosial dan integrasi (penyatuan)
Ø  Alat ekspresi diri
Ø  Alat untuk berpikir
Ø  Dan lain-lain


II . 3 RAGAM BAHASA


Macam dan jenis ragam bahasa:

1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden soeharto, gaya bahasa binyamin s, dsb.
3. Ragam bahasa pada sekelompok anggota masyarakay suatu wilayah seperti dialeg bahasa madura, medan, sunda, dll.
4. Ragam bahasa pada masyarakat suatu golongan seperti ragam bahasa orang akademisi berbeda dengan ragam bahasaorang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal dan informal.

Bahasa lisan lebih ekspresif dimana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau atau silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara atau target komunikasi.
Bahsa isyarat atau gestur atau bahasa tubuh adalah salah satu cara berkomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat digunakan permanen oleh penyandang cacat karena mereka mempunyai bahasa sendiri.

Bahasa bisa punah karena kebanyakan bahasa didunia ini tidak statis. Bahasa-bahasa itu berubah seiring waktu, mendapat kata tambahan, dan mencuri kata-kata dari bahasa lain. Bahasa hidup dan berkembang ketika masyarakat menuturkannya sebagai alat komunikasi utama. Ketika tidak ada lagi masyarakat penutur asli suatu bahasa disebut bahasa mati atau punah, meskipun masih ada sedikit penutur asli yang menggunakan tetapi generasi muda tidak lagi menjadi penutur bahasa tersebut.

Banyak situasi yang menyebabkan bahasa punah. Sebuah bahasa punah ketika bahasa itu berubah bentuk menjadi famili bahasa-bahasa lain.Orang indonesia kini boleh jadi tidak mengerti bahasa melayu yang digunakan di indonesia awal abad ke-20. Karena bahasa indonesia saat ini berasal dari bahasa melayu yang telah mengalami infusi kata-kata bahasa asing. Bisa dikatakan bahasa melayu bermetamorfosis dalam bahasa indonesia. Kelak kalau bahasa indonesia makin berkembang dan demikian pula bahasa melayu malaysia kemungkinan bahasa melayu akan punah.
Karena pengaruh globalisasi dan IPTEK menyebabkan masyarakat indonesia menganggap bahasa indonesia itu :
* Tidak gaul.
* Terlalu formal.
Rapuhnya bahasa indonesia disebabkan :
* Tergerus arus globalisasi.
* Kemungkinan banyak oran yang tidak menyukai peraturan bahasa indonesia.
* Tidak adanya relasi masyarakat dengan pemerintah tentang pembudidayaan.

Selain bahasa asing, bahasa daerah juga memberi pengaruh pada perkembangan bahasa indonesia. Karena bahasa indonesia mungkin dianggap terlalu formal untuk dipakai sehair-hari. Tidak apa-apa sebenarnya bahasa asing menyerap kedalam bahasa indonesia. Sebagai bahasa yang terbuka, bahasa indonesia harus luwes menerima unsur bahasa lain. Bahasa indonesia mengenal dua macam serapan yakni :
* Unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa indonesia.
* Unsur asing yang pengucapan dan penulisannya telah disesuaikan dengan kaidah bahasa indonesia.
Ragam dari segi sudut pandangan bidang atau pokok persoalan :
Ragam Bahasa Bisnis
Ragam bahas bisnis adalah ragam bahasa yang digunakan dalam berbisnis, yang biasa digunakan  oleh para pebisnis dalam menjalankan bisnisnya.
Ciri-ciri ragam bahasa bisnis :
a.    Menggunakan bahasa yang komunikatif.
b.    Bahasanya cenderung resmi.
c.    Terikat ruang dan waktu.
d.    Membutuhkan adanya orang lain.

Ragam Bahasa Hukum
Ragam bahasa hukum adalah bahasa Indonesia yang corak penggunaan bahasanya khas dalam dunia hukum, mengingat fungsinya mempunyai karakteristik tersendiri, oleh karena itu bahasa hukum Indonesia haruslah memenuhi syarat-syarat dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.

Ciri-ciri ragam bahasa hukum :
a.    Mempunyai gaya bahasa yang khusus.
b.    Lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan.
c.    Objektif dan menekan prasangka pribadi.
d.    Memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat dan kategori yang diselidiki untuk menghindari kesimpangsiuran.
e.    Tidak beremosi dan menjauhi tafsiran bersensasi.

Ragam Bahasa Fungsional
Ragam bahasa fungsional adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitkan dengan keresmian keadaan penggunaannya.

Ragam Bahasa Sastra
Ragam bahasa sastra adalah ragam bahasa yang banyak menggunakan kalimat tidak efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa sastra.
Ciri-ciri ragam bahasa sastra :
a.    Menggunakan kalimat yang tidak efektif
b.    Menggunakan kata-kata yang tidak baku
c.    Adanya rangkaian kata yang bermakna konotasi

Ragam Menurut Sarananya :
Ragam Bahasa Lisan
Adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman.

Ragam lisan yang antara lain meliputi:
Ragam bahasa cakapan adalah ragam bahasa yang dipakai apabila pembicara menganggap kawan bicara sebagai sesama, lebih muda, lebih rendah statusnya atau apabila topik pembicara bersifat tidak resmi.

Ragam bahasa pidato adalah ragam bahasa yang digunakan saat membacakan pidato dimuka umum.Biasanya pidato berisi penegasan kalimat untuk bias diterima si pendengar.

Ragam bahasa kuliah adalah ragam bahasa yang digunakan pada saat kuliah yaitu pada saat pembelajaran antar mahasiswa dan dosennya.

Ragam bahasa panggung adalah ragam bahasa yang digunakan seseorang saat dpanggung ketika mengsi acara hiburan lain agar bias diterima penonton.

Ciri-ciri ragam bahasa lisan :
a.    Memerlukan kehadiran orang lain
b.    Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap
c.    Terikat ruang dan waktu
d.    Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara

Kelebihan ragam bahasa lisan :
a.    Dapat disesuaikan dengan situasi.
b.    Faktor efisiensi.
c.    Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsure lain berupa tekan dan gerak anggota badan agah pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimik dan gerak-gerak pembicara.
d.    Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya.
e.    Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur.
f.     Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi audit, visual dan kognitif.

Kelemahan ragam bahasa lisan :
a.    Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana.
b.    Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
c.    Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan.
d.    Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.



Ragam Bahasa Tulis
Adalah ragam bahasa yang digunakan melalui media tulis, tidak terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual atau bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan dan kosakata.

Ragam tulis yang antara lain meliputi:

Ragam bahasa teknis adalah ragam bahasa yang dilakukan mengenai teknis atau cara penulisan yang dicontohkan misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.

Ragam bahasa undang-undang adalah ragam bahasa yang mnggunakan komunikasi yang resmi.

Ragam bahasa catatan adalah ragam bahasa yang singkat yang diperuntukkan untuk pengingat sesuatu.

Ragam bahasa surat adalah ragam bahsa yang dituliskan pada sehelai kertas yang biasanya diberitahukan mengenai kabar atau sejenisnya yang berfungsi untuk memberikan informasi.

Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
a.    Tidak memerlukan kehaduran orang lain.
b.    Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c.    Tidak terikat ruang dan waktu
d.    Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

Kelebihan ragam bahasa tulis :
a.    Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan menyenangkan.
b.    Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
c.    Sebagai sarana memperkaya kosakata.
d.    Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.

Kelemahan ragam bahasa tulis :
a.    Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
b.    Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
c.    Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
1.    Ragam daerah disebut (logat/dialek). Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memilikiciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak padapelafalan/b/pada posisiawal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/ seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.
2.    Ragam pendidikan adalah Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
Contoh:
1.    Isma mau nulis surat cinta - Isma mau menulis surat cinta
2.    Saya akan ceritakan tentang Kancil - Saya akan menceritakan tentang Kancil.


Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur.
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut.

Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.

Menurut Ciri Situasi Keidiologisan :
Ragam Tinggi (Bahasa Indonesia yang baku/ragam ilmiah)
Dalam kehidupan sosial dan sehari-hari masyarakat Indonesia, baik secara lisan maupun tulisan, digunakan berbagai bahasa daerah termasuk dialeknya, bahasa Indonesia, dan/atau bahasa asing. Bahkan, dalam situasi tertentu, seperti dalam keluarga perkawinan campuran digunakan pula bahasa yang bersifat campuran, yaitu campuran antara bahasa Indonesia dan salah satu atau kedua bahasa ibu pasangan perkawinan campuran itu. Dalam situasi kebahasaan seperti itu, timbul berbagai ragam atau variasi bahasa sesuai dengan keperluannya, baik secara lisan maupun tulisan. Timbulnya ragam bahasa tersebut disebabkan oleh latar belakang sosial, budaya, pendidikan, dan bahasa para pemakainya itu.
Yang dimaksud dengan ragam atau variasi bahasa adalah bentuk atau wujud bahasa yang ditandai oleh ciri-ciri linguistik tertentu, seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis. Di samping ditandai oleh cirri-ciri linguistik, timbulnya ragam bahasa juga ditandai oleh cirri-ciri nonlinguistic, misalnya, lokasi atau tempat penggunaannya, lingkungan sosial pemakaiannya, dan lingkungan keprofesian pemakai bahasa yang bersangkutan.




BAB III
PENUTUP
III . 1 KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat ditarik beberapa ksimpulan, antara lain :
·         Bahasa merupakan alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari
·         Dari bahasa yang baik dapat menunjukkan kepribadian seseorang
·         Berbahasa-lah dengan baik dan benar agar mudah dipahami oleh orang lain
·         Perhatikan juga bahasa dalam berbicara, seperti bahasa tubuh, bahasa isyarat, dll.
Jika kita kurang memperhatikannya, maka akan terjadi salah paham dalam berkomunikasi
·         Bahasa menunjukkan bangsa

III . 2 KRITIK DAN SARAN
Jika dalam penilusan makalah ini terdapat banyak kekurangan seperti penulisan huruf, atau ejaan, dan sebagainya, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat positfif / membangun.
Karena pengetahuan kami sebagai penulis juga masih kurang dan juga masih dalam pembelajaran.

III . 3 REFERENSI